Monday, 8 May 2017

PAJAK BUMI & BANGUNAN

 


Perngertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak bumi dan bangunan adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan berdasarkan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1985 bumi dan atau bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1994. PBB adalah pajak yang bersifat kebebdaan dalam arti besarnya terutang ditentukan olehkeadaan objek yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. keadaan subjek (siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya pajak.


Objek PBB
Objek PBB adalah "Bumi dan atau Bangunan":
  1. Bumi: Permukaan bumi (tanah dan perairan) dan tubuh bumi yang ada di pedalaman serta laut wilayah indonesia. Contoh: sawah, ladang, kebun, tanah, pekarangan, tambang, dll.
  2. Bangunan: Kontruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap d\pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan  tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai, dll.

Objek Pajak yang Tidak Dikenakan PBB
Objek pajak yang tidak dikmenakan PBB adalah objek yang:
  1. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umumdibidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan, seperti masjid, gereja, rumah sakit pemerintah, sekolah, panti asuhan, candi, dll.
  2. Digunakan untuk kuburan, peninggalan atau sejenis dengan itu.
  3. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tahnah negara yang belum dibebani suatu hak.
  4. Digunakan oleh perwakilan diplomatik berdasarkan asa perlakuan timbal balik.
  5. Digunakan oleh badan dan perwakilan organisasi internasional yang di tentukan oleh Menteri Keuangan.

Subjek Pajak dan Wajib Pajak
 Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata:
  1. mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau;
  2. memperoleh manfaat atas bumi, dan atau:
  3. memiliki bangunan, dan atau:
  4. menguasai bangunan, dan atau;
  5. memperoleh manfaat atas bangunan.
Wajib pajak adalah Subjek Pajak yang dikenakan kewajiban membayar pajak.


Cara Mendaftar Objek PBB
Orang atau Badan yang menjadi subjek PBB hrus mendaftarkan objek pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) yang wilayah kerjanya meliputi letak objek tersebut, dengan menggunakan formulir Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang tersedia gratis di KPP atau KP2KP setempat.


 Dasar Pengenaan PBB
Dasar pengenaan PBB adalah "Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)". NJOP ditetapkan per wilayah berdasarkan keputusan Menteri Keuangan dengan mendengar pertimbangan Bupati/Walikota serta memperhatikan:
  1. harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar;
  2. perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis yang letaknya berdekatan dan fungsinya sama dan telah diketahu harga jualnya;
  3. nilai perolehan baru;
  4. penentusn Nilai Objek Pajak Pengganti.

Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)
NJOPTKP adalah batas NJOP artas bumi dan/atau banguna yang tidak kena pajak. Besarnya NJOPTKTP untuk setiap daerah Kabupaten/Kota setinggi-tingginya Rp. 12.000.000,- dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. Setiap Wajib Pajak memperoleh pengurangan NJOPTKTP sebanyak satu kali dalam satu Tahun Pajak.
  2. Apabila Wajib Pajak mempunyai beberapa Objek Pajak, maka yang mendapatkan pengurangan NJOPTKTP hanya satu Objek Pajak yang nilainya terbesar dan tidak bisa digabungkan dengan Objek Pajak lainnya.

Dasar Perhitungan PBB
Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Besarnya persentase NJKP adalah sebagai berikut:
  1. Objek pajak perkebunan adalah 40%
  2. Objek pajak kehutanan adalah 40%
  3. Objek pajak pertambangan adalah 40%
  4. Objek pajak lainnya (pedesaan dan perkotan):
    • Apabila NJOP-nya ≥ Rp. 1.000.000,- adalah 40%
    • Apabila NJOP-nya ≤ Rp. 1.000.000,- adalah 20%

Tarif PBB
 Besarnya tarif PBB adalah 0,5%


Rumus Perhitungan PBB
 a. Jika NJKP = 40% X (NJOP-NJOPTKP) maka besarnya PBB
     = 0,5% X 40% X (NJOP-NJOPTKP)
 
b. Jika NJKP =  20% X (NJOP-NJOPTKP) maka besaenya PBB
    = 0,5% X 20% X (NJOP-NJOPTKP)

Tempat Pembayaran PBB
 Wajib Pajak yang telah menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) dari KPP Pratama, KP PBB atau Disampaikan lewat Pemerintah Daerah harus melunasinya tepat waktu pada tempat pembayaran yang telah ditunjuk dalam SPPT yaitu Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.

Saat yang Menentukan Pajak Terutang
Saat yang menentukan pajak terutang adalah keadaan Objek Pajak pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian segala mutasi atau perubahan atas Objek Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.
Contoh:
A menjual tanah kepada B pada tanggal 2 Januari 2017. Kewajiban PBB tahun 2017 masih menjadi tanggungjawab A. Sejak tahun pajak 2018 kewajiban PBB menjadi tanggungjawab B. Pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya.

Friday, 24 March 2017

PENYIMPANGAN AUDIT PADA KASUS ENRON

KASUS PENYIMPANGAN AUDITOR
PADA KASUS ENRON


A.    PRFIL ENRON COORPORATION
Enron Coorporation didirikan pada tahun 1985. Enron Corporation adalah sebuah perusahaan energi Amerika yang berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Enron merupakan hasil merger antara perusahaan Houston Natural Gas dan InterNorth, sebuah perusahaan pipa di Nebraska. Pada saat itu, Enron dipimpin oleh Kenneth Lay sebagai CEO dan hanya berkecimpung dalam industri pipa gas.
Enron Coorporation yang merupakan perusahaan yang bergerak di bidang energi tersebut melakukan penjualan listrik dengan menggunakan harga pasar pada awal tahun 1990. Adanya hasil Kongres Amerika Serikat yang memutuskan untuk melakukan deregulasi penjualan gas alam telah menyebabkan Enron mengalami peningkatan pendapatan yang signifikan. Enron merupakan penjual gas alam terbesar pada tahun 1992 di Amerika Utara, kontrak penjualan gas Enron menghasilkan laba sebelum pajak sebesar $122 juta, dan merupakan penyumbang kedua terbesar dalam laba usaha perusahaan.
Dalam upaya untuk memperluas pertumbuhan bisnis perusahaan, Enron menerapkan strategi bisnis diversifikasi. Perusahaan tersebut memiliki dan mengoperasikan berbagai aset meliputi gas pipelines, electricity plants, pulp and paper plants, water plants, dan broadband services.
Perkembangan pesat Enron telah menyebabkan harga saham perusahaan tersebut mengalami kenaikan sebesar 311% dari awal tahun 1990 sampai akhir tahun 1998. Pada tahun 1999 harga saham mengalami kenaikan sebesar 56% dan pada tahun 2000 sebesar 87%.  Harga saham per lembar perusahaan adalah sebesar $83.13. Dari hasil survey majalah Fortune tentang “Most Admired Company”, Enron dinobatkan sebagai “the Most Innovative Company” di Amerika.

B.     PROFIL KAP ATHUR ANDERSSEN
KAP Arthur Andersen adalah perusahaan jasa akuntansi yang berbasis di Chicago, Illinois, Amerika Serikat. Perusahaan ini didirikan oleh Arthur Andersen pada tahun 1913.  Kantor Akuntan Publik tersebut termasuk dalam “The Big Five”bersama dengan Pricewaterhouse Coopers, Deloitte, Ernst & Young, dan KPMG. Arthur Andersen menjadi auditor eksternal Enron sekaligus konsultan manajemennya dengan bayaran $5 juta untuk biaya audit dan $50 juta untuk biaya konsultasi. Hal inilah yang menyebabkan konflik kepentingan ditubuh Arthur Andersen sendiri, karena pembayaran atas jasa yang dilakukannya terlampau besar, sehingga memunculkan kurangnya independensi dalam proses pengauditan laporan keuangan Enron. Sehingga, pada tahun 2002 perusahaan ini secara sukarela menyerahkan izin praktiknya sebagai Kantor Akuntan Publik setelah dinyatakan bersalah dan terlibat dalam skandal Enron dan menyebabkan 85.000 orang kehilangan pekerjaannya.



C.     SKANDAL AKUNTANSI ENRON COORPORATION
Selama proses merger antara Houston Natural Gas dan Internorth, EnronCoorporation mempunyai hutang yang cukup besar. Tahun 1987 Enron memiliki hutang sampai dengan 75% dari nilai pasar saham.
Pemerintah US menghapuskan beberapa peraturan yang mengarahkan pada harga tetap energi. Dampaknya harga minyak menjadi berfluktuasi dan membuat pasar gas berisiko tinggi baik dari sisi pembeli maupun penjual. Produsen minyak yang kecil mengalami kesulitan dalam meningkatkan dana eksploitasi dan pengeboran karena adanya risiko pasar.  
Untuk mengatasi hutang tersebut, Kenneth Lay berkonsultasi padaMc.Kinsey&Co. Mc.Kinsey pada saat itu menugaskan konsultannya Jeffrey Skilling.Tahun 1989, Kenneth Lay mempekerjakan Jeffrey Skilling untuk menjadi kepala departemen keuangan Enron.
Enron memiliki ide inovatif dengan memediasi antara pembeli dan penjual yang diharapkan dapat mengurangi risikonya. Enron menawarkan kontrak pada penjual untuk membeli minyak mereka dengan harga tetap dalam beberapa tahun dan kontrak pada pembeli dengan harga minyak yang sama ditambah nilai keuntungan untuk Enron.
Jeffrey Skilling kemudian memutuskan untuk mengaplikasikan ide perdagangan Enron ke komoditi lainnya. Ia membuat kontrak jangka panjang di bidang perlistrikan, batu bara, pulp kertas, alumunium, baja, obat-obatan, kayu, air, broadband, dan plastik. Diperhitungkan terdapat 1.800 produk yang ditangani.
Dengan menjadikan gas sebagai objek jual beli, Enron perlahan-lahan mulai bangkit. Selama perjalanan ini, Jeff Skilling diangkat sebagai COO Enron dan merekrut berbagai karyawan-karyawan yang unggul dalam future/derivative. Dalam perekrutan tersebut, Jeff Skilling merekrut Andrew Fastow tahun 1990, Andrew adalah seorang ahli keuangan, untuk membantu dalam menjalankan bisnis. Mereka meminta ijin pada komisi sekuritas dan perdagangan U.S. untuk menggunakan metode “nilai pasar” atas kontrak. Sehingga, yang dilaporkan adalah aset berdasarkan nilai pasar.
Enron mengalami permasalahan pada awalnya. Karena untuk memasuki banyak pasar perdagangan memerlukan sejumlah uang untuk membiayai infrastruktur, transportasi, gudang, dan pengiriman komiditas. Namun, jika Enron mengambil sejumlah hutang yang besar, kemungkinan akan membuat pembeli atau penjual menjadi ragu untuk bekerjasama. Tingginya hutang juga dapat mengakibatkan penurunan investasi dan memicu bank menarik dananya. Untuk mengatasi permasalahan, Enron mencoba mencari dana pinjaman tanpa melaporkannya dalam laporan keuangan.
Andrew Fastow membuat ide untuk menggunakan nilai kelebihan kontrak sebagai pendapatan. Andrew dan KAP Arthur Anderson bekerjasama dan menyiapkan serial limited partnership (perusahaan rekanan terbatas) yang disebut “Special Purpose Entities”.
Aturan akuntansi memungkinkan bahwa perusahaan dapat tidak mencantumkan special purpose entities pada laporan keuangan, asalkan terdapat suatu pihak yang dapat mengontrol penyelenggaraannya serta memiliki setidaknya 3 persen nilai special purpose entity.
Pada tahun 1999, Enron mendirikan 3 SPE yaitu Chewco Investment LP, LJM Cayman LP, dan LJM 2 Cp-Investment. Tahun 2000 Enron mengumumkan bahwa perusahaannya berhasil memperoleh pendapatan bersih setelah pajak sebesar $1.01 Milyar. Selanjutnya Enron menempatkan sahamnya sebesar $62 juta kedalam 3 SPE tersebut.
Entitas untuk tujuan khusus ini kemudian mengajukan sejumlah besar hutang dengan saham Enron sebagai penjaminnya. Uang yang dipinjam ini diakui sebagai pembelian nilai lebih kontrak dan dicatat sebagai uang “pendapatan penjualan” meskipun sebenarnya adalah hutang. Entitas ini juga mengambil alih sejumah besar hutang Enron. Andrew Fastow juga nama fiktif seperti “Chewco, Jedi, Talon, Condor, dan Raptor” dan yang lainnya dengan membayarkan milyar-an dolar sebagai gaji dan pendapatan atas 3 persen kepemilikan entitas.
Karena tidak dilaporkan, maka pemegang saham percaya bahwa Enron tidak mengalami lonjakan hutang. Mereka juga percaya bahwa Enron menghasilkan lagi yang baik serta mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Sheron Wattkins, wakil presiden yang bekerja di Enron mulai 1993. Dia menyadari bahwa meskipun harga saham cukup tinggi sehingga nilai lebih dapat digunakan untuk menutupi hutang entitas khusus, namun ia tahu bahwa ketika harga saham turun akan memicu tidak solvabelnya entitas dan mengembalikan hutang pada laporan keuangan Enron.
Setelah pertengahan tahun 2001, harga saham Enron menurun dari nilai tertingginya $80 per saham. Akuntan Enron berusaha menarik kembali hutang dan aset pada entitas khusus. Sheron Watkins khawatir akan peningkatan risiko.
Pada Juli 2001 harga saham jatuh ke nilai $47 per saham. Jeffrey Skilling secara tiba-tiba mengundurkan diri sebagai president dan CEO dengan alasan pribadi. Sherron Watikins pada 22 Agustus secara pribadi menemui Kenneth Lay dan bagian hukum dan mengirimkan enam halaman surat yang menjelaskan ketidakberesan terkait entitas khusus dan memperingatkan mereka yang kemudian ia sebut kecurangan akuntansi the worst accounting fraud I had ever seen. Namun demikian Lay dan pengacaranya hanya diam saja. Ia malah mengumumkan pada pekerja dan investor bahwa pertumbuhan Enron di masa mendatang baik, dan menganjurkan pada investor untuk terus menanamkan saham di Enron.
Lebih parahnya lagi, Kenneth Lay dan eksekutif lainnya menjual secara diam-diam saham mereka. Sheron Watkins juga mengontak temannya di Arthur Anderson untuk mendiskusikan permasalahannya pada kepala auditor, namun tidak dilakukan temannya itu.
Ketika Watkins berusaha agar perusahaan mengambil tindakan, saham Enron terus merosot. Pada 12 Oktober 2001, Enron mengumumkan mengambil alih hutang dan aset entitas khusus, hal ini menurunkan $544 juta atas laba dan mengurangi nilai ekuitas pemegang saham dengan $1.2 milyar. Seminggu berikutnya, 22 Oktober, komisi sekuritas mengumumkan akan menginvestigasi entitas tujuan khusus Enron. Hari berikutnya, Andrew Fastow diberhentikan.
Pada tanggal 8 November 2001, Enron mengumumkan akan melaporkan ulang semua laporan keuangan sejak tahun 1997. Laporan ulang tersebut diperkirakan menurunkan ekuitas pemegang saham sebesar $2.1 milyar dan meningkatkan hutang $2.6 juta.
Sehingga terjadinya penurunan nilai rating investasi perusahaan yangdisebabkan hutangnya yang terlalu besar, yang sebelumnya tidak tercatat dalam neraca (off balance sheet) kemudian diklasifikasikan ulang sehingga tercatat dalam neraca (on balance sheet). Hutangnya tidak hanya sebesar $13 juta tetapi bertambah hingga sebesar $38 juta. Klasifikasi ulang dilakukan karena terdapat banyak special purpose entity (SPEs) dan kerjasama yang tidak tercatat dalam neraca yang memiliki banyak hutang. Sehingga terjadi ketidakcocokan saat dilakukan konsolidasi ulang yang kemudian menyebabkan nilai ekuitas perusahaan jatuh.
Dibandingkan dengan harga saham Enron pada bulan Agustus 2000 yang masih berharga US$ 90 per lembar, jatuh hingga tidak lebih dari US$ 45 sen. Artinya harga saham Enron terjungkal hingga tinggal satu per dua ratus, dan perusahaan kolaps atas kebangkrutan.
Simpanan dana pensiun $1 miliar milik 7.500 karyawan amblas karena manajemen Enron menanamkan dana tabungan karyawan untuk membeli sahamnya sendiri. Pelaku pasar modal kehilangan US$ 32 miliar. Enron Memanipulasi angka-angka laporan keuangan agar tampak menarik di mata investor dan dianggap memiliki kinerja yang baik. Tak tanggung-tanggung, manajemen Enron telah menggelembungkan (mark up) pendapatannya sebesar US$ 600 juta, dan telah menyembunyikan utangnya sebesar US$ 1,2 miliar dengan teknik off-balance sheet.

D.    KETERLIBATAN KAP ATHUR ANDERSEN
KAP Arthur Andersen selain mengaudit laporan keuangan Enron, juga sebagai konsultan manajemen Enron. Ketika Andrew Fastow membuat ide untuk menggunakan nilai kelebihan kontrak sebagai pendapatan. KAP Arthur Anderson bekerjasama dan menyiapkan serial limited partnership yang disebut Special Purpose Entities.
Entitas untuk tujuan khusus ini kemudian mengajukan sejumlah besar hutang dengan saham Enron sebagai penjaminnya. Uang yang dipinjam ini diakui sebagai pembelian nilai lebih kontrak dan dicatat sebagai uang “pendapatan penjualan” meskipun sebenarnya adalah hutang. Entitas ini juga mengambil alih sejumah besar hutang Enron.
Para pemegang saham percaya bahwa Enron tidak mengalami lonjakan hutang, karena hal ini tidak dilaporkan ke publik. Mereka percaya bahwa Enron menghasilkan lagi yang baik dan mengalami peningkatan tiap tahunnya. Hal ini juga dikuatkan dengan pernyataan KAP Arthur Anderson bahwa laporan Enron adalah akurat.
Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan kegiatan-kegiatan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada publik.
Melakukan mark up pada pendapatan dan menyembunyikan utangnya senilai itu tentu tidak bisa dilakukan oleh sembarangan orang. Diperlukan keahlian “akrobatik” yang tinggi dari para professional yang bekerja pada atau disewa oleh Enron untuk menyulap angka-angka. Auditor Enron, KAP Arthur Andersen kantor Huston (Kantor Akuntan Publik kelas dunia), dipersalahkan karena ikut membantu proses rekayasa keuangan tingkat tinggi itu, sehingga manipulasi ini telah berlangsung selama bertahun-tahun.
Perlu diketahui, Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan outsourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan, hal ini dapat dilihat dari :
1.      Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit) semula adalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publik perusahaan. 
2.      Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.
3.      Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.

Lebih jelasnya, pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagai klien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi di putuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.

Salah seorang eksekutif Enron (Sherron Watkins) di laporkan telah mempertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. 
CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasi atas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.
Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa laba bersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. 
Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFO Enron.
Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkan senilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning) berkurang dalam jumlah yang sama.
Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron sehingga terjadi penghambatan terhadap proses peradilan.

E.     AKHIR DARI KASUS ENRON DA KAPA ATHUR ANDERSEN
Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001. 
CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkan diri dari dewan direktur perusahaan.
Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.
Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaan dengan lembaga pemerintahan di Amerika. KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabung dengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningkat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.
Tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.
Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru. Tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen mengundurkan diri dari jabatannya.
Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilan dan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron. Tanggal 9 April 2002 Jeffrey mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002. Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.
Setelah Kasus Enron terkuak oleh publik, hal ini menyebabkan dicabutnya izin KAP Arthur Andersen oleh Otoritas Keuangan Amerika Serikat. Dan tidak lama setelah kasus ini, terjadi juga kasus serupa seperti Tyco, Global Crossing, WorldCom, Xerox Corp, dll. Yang mana semua kejadian tersebut mencemarkan nama baik profesi akuntan public yang seharusnya independen. Atas dasar tersebut, Parlemen Amerika Serikat pada tanggal 23 Januari 2001 mengeluarkan ketentuan di bidang jasa akuntan publik yang terkenal sebagai Sarbanes Oxley Act. 

F.      ANALISA KASUS
Menurut teori fraud ada 3 komponen utama yang menyebabkan orang melakukan kecurangan, menipulasi, korupsi dan sebangsanya (prilaku tidak etis), yaitu
1.      opportunity;
2.      pressure;
3.      dan rationalization,
ketiga hal tersebut akan dapat kita hindari melalui meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena kita meyakini bahwa tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik (public trust).
Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak.Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Lalu apa yang dituai oleh Enron dan KAP Andersen dari sebuah ketidak jujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis? adalah hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum.

G.    DAMPAK AKIBAT KASUS ENRON DAN KAP ANDERSEN
Kasus ini memberikan dampak di Amerika bahkan di Indonesia.
Seperti yang saya kutip dari sumber yang sama (blog yang Diposkan oleh Dr. Dedi Kusmayadi, SE., M.Si., Ak di 04:47), kasus ini mempunyai implikasi terhadap pembaharuan tatanan kondisi maupun regulasi praktik bisnis di Amerika Serikat antara lain :
Pemerintah AS menerbitkan Sarbanes-Oxley Act (SOX) untuk melindungi para investor dengan cara meningkatkan akurasi dan reabilitas pengungkapan yang dilakukan perusahaan publik. Selain itu, dibentuk pula PCAOB (Public Company Accounting Oversight Board) yang bertugas:
a.       Mendaftar KAP yang mengaudit perusahaan public
b.      Menetapkan atau mengadopsi standar audit, pengendalian mutu, etika, independensi dan standar lain yang berkaitan dengan audit perusahaan public
c.       Menyelidiki KAP dan karyawannya, melakukan disciplinary hearings, dan mengenakan sanksi jika perlu
d.      Melaksanakan kewajiban lain yang diperlukan untuk meningkatkan standar professional di KAP
e.       Meningkatkan ketaatan terhadap SOX, peraturan-peraturan PCAOB, standar professional, peraturan pasar modal yang berkaitan dengan audit perusahaan publik.

H.    KESIMPULAN
1.    Cepat atau lambat sebuah persekongkolan dalam suatu perusahaan pasti akan terbongkar. Kebohongan hanya bisa ditutupi secara permanen apabila si pelaku mampu secara permanen dan terus-menerus melakukan kebohongan lainnya. Dalam sebuah sistem terbuka seperti organisasi Enron, sulit untuk melakukan kebohongan itu secara terus-menerus, karena pelaku organisasi dalam tubuh Enron datang silih berganti. Dalam kasus Enron, seorang eksekutif yang berani telah membongkar semua persekongkolan itu.
2.    Kasus-kasus kejahatan ekonomi tingkat tinggi selalu saja mengorbankan kepentingan orang banyak. Segelintir petinggi Enron dan sejumlah pihak yang tahu betul dan ikut merekayasa permainan ini, tentulah menerima manfaat keuangan dalam jumlah besar secara tidak etis. Keserakahan segelintir profesional yang memanfaatkan ketidaktahuan dan keawaman banyak orang telah menyimpan bencana yang mencelakakan banyak pihak: ribuan pekerja, pemegang saham, para pemasok, kreditor, dan pihak-pihak lainnya.
3.    Terbongkarnya praktek persekongkolan tingkat tinggi ini menjadi bukti bahwa praktek bisnis yang bersih dan transparan akan lebih langgeng (sustainable). Prinsip-prinsip tata kelola korporasi yang baik (good corporate governance), saat ini boleh jadi menjadi cibiran di tengah situasi yang serba semrawut. Tetapi berusaha secara transparan, fair, akuntabel, seraya menjaga keseimbangan lingkungan, kiranya merupakan sikap yang lebih bertanggung jawab. Di Amerika Serikat yang menerapkan standar transparansi sangat ketat sekalipun, banyak pihak masih kecolongan. Perusahaan-perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di pasar modal diharuskan memenuhi persyaratan pembeberan (disclosure) yang luar biasa ketat. Karena itu, bangkrutnya Enron yang diduga melakukan window dressing merupakan kasus yang mempermalukan banyak pihak; bukan saja otoritas pasar modal, tapi juga kaum profesional, politisi, hingga presiden.
4.    Apabila auditor dapat bekerja dengan penuh kehati-hatian, manipulasi yang dilakukan manajemen dapat dibongkar dan kerugian perusahaan dapat dicegah lebih dini. Hilangnya objektivitas dan independensi seorang auditor dapat menimbulkan penyimpangan dan kecurangan, saat itu hilanglah eksistensi profesi auditor.
Dari penjelasan kasus Enron diatas, ada 3 hal yang harus dicermati, yaitu
a.       opportunity;
b.      pressure;
c.       dan rationalization;
Dengan adanya ketiga hal ini, menurut saya kasus enron timbul, karena denga adanya 3 hal tersebut, menyebabkan berbagai masalah terjadi, mulai dari korupsi, kolusi serta nepotisme.
Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak, terutama karena tidak adanya transparansi dan independensi dari pihak manajemen maupun akuntan publik. Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact).
Dengan kejadian ini, yang seharusnya dilakukan sebuah perusahaan adalah membagi dan menempatkan SDM bukan hanya dari kemampuannya tetapi juga harus dilihat dari kepribadiannya agar etika dalam bisnis dan profesi akuntansi dapat berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.



Saturday, 7 January 2017

PP NO. 46 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2013

TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK
YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
  1. bahwa untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiliki peredaran bruto tertentu, perlu memberikan perlakuan tersendiri ketentuan mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu;

Mengingat :
  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

MEMUTUSKAN:

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU.

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan:
  1. Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
  2. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.

Pasal 2

(1)
Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
(2)
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
  1. Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
  2. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
(3)
Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
  1. menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
  2. menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
(4)
Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)adalah:
  1. Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
  2. Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Pasal 3

(1)
Besarnya tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 adalah 1% (satu persen).
(2)
Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.
(3)
Dalam hal peredaran bruto kumulatif Wajib Pajak pada suatu bulan telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam suatu Tahun Pajak, Wajib Pajak tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan akhir Tahun Pajak yang bersangkutan.
(4)
Dalam hal peredaran bruto Wajib Pajak telah melebihi jumlah Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada suatu Tahun Pajak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada Tahun Pajak berikutnya dikenai tarif Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 4

(1)
Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan.
(2)
Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dikalikan dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 5

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak berlaku atas penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.

Pasal 6

Atas penghasilan selain dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 7

Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.

Pasal 8

Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan menyelenggarakan pembukuan dapat melakukan kompensasi kerugian dengan penghasilan yang tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut:
  1. kompensasi kerugian dilakukan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) Tahun Pajak;
  2. Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetap diperhitungkan sebagai bagian dari jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a;
  3. kerugian pada suatu Tahun Pajak dikenakannya Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tidak dapat dikompensasikan pada Tahun Pajak berikutnya.

Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut mengenai penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan kriteria beroperasi secara komersial diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 10

Hal khusus terkait peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur sebagai berikut:
  1. didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak berlakunya Peraturan Pemerintah ini meliputi kurang dari jangka waktu 12 (dua belas) bulan;
  2. didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan Tahun Pajak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini di bulan sebelum Peraturan Permerintah ini berlaku;
  3. didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan, dalam hal Wajib Pajak yang baru terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 11

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2013.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 12 Juni 2013
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO


Diundangkan di Jakarta
pada tanggal13 Juni 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

AMIR SYAMSUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 106



PENJELASAN
ATAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 46 TAHUN 2013

TENTANG

PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA
YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK
YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU


I.
UMUM

Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengenai pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan penetapan besaran tarif pajak terhadap penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final tersebut ditetapkan dengan berdasarkan pada pertimbangan perlunya kesederhanaan dalam pemungutan pajak, berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak, serta memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.

Tujuan pengaturan ini adalah untuk memberikan kemudahan kepada Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha yang memiliki peredaran bruto tertentu, untuk melakukan penghitungan, penyetoran, dan pelaporan Pajak Penghasilan yang terutang.

II.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha, termasuk dari usaha cabang, selain peredaran bruto dari usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang perpajakan.

Berdasarkan arah aliran tambahan kemampuan ekonomis kepada Wajib Pajak, penghasilan dapat dikelompokkan menjadi:
a.       penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya;
b.      penghasilan dari usaha dan kegiatan;
c.       penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha;dan
d.      penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah.

Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas meliputi:
a.       tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b.      pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
c.       olahragawan;
d.      penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e.       pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f.       agen iklan;
g.      pengawas atau pengelola proyek;
h.      perantara;
i.        petugas penjaja barang dagangan;
j.        agen asuransi; dan
k.      distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.

Tahun Pajak menurut ketentuan umum perpajakan adalah sama dengan tahun kalender. Namun demikian, bagi Wajib Pajak yang tahun bukunya tidak sama dengan tahun kalender, Tahun Pajak ditentukan berdasarkan tahun buku yang didalamnya termasuk 6 (enam) bulan pertama atau lebih dari 6 (enam) bulan dari tahun buku tersebut.

Misalnya, Jika tahun buku Wajib Pajak dimulai pada tanggal 1 Juli 2013 dan berakhir pada tanggal 30 Juni 2014 maka tahun buku tersebut berarti Tahun Pajak 2013 karena memenuhi 6 (enam) bulan pertama dari tahun 2013.

Contoh penentuan peredaran bruto:

Rajesh merupakan pedagang tekstil yang memiliki tempat kegiatan usaha di beberapa pasar di wilayah yang berbeda. Berdasarkan pencatatan yang dilakukan diketahui rincian peredaran usaha di tahun 2013 adalah sebagai berikut:
a.       Pasar A sebesar Rp 80.000.000,00;
b.      Pasar B sebesar Rp 250.000.000,00;
c.       Pasar C sebesar Rp 400.000.000,00.
      
Dengan demikian peredaran bruto usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai dasar pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar Rp730.000.000,00 (Rp80.000.000,00 + Rp250.000.000,00 + Rp400.000.000,00).

Ayat (3)
Wajib Pajak orang pribadi yang tergolong dalam ketentuan ini adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa melalui suatu tempat usaha yang dapat dibongkar pasang, termasuk yang menggunakan gerobak, dan menggunakan tempat untuk kepentingan umum yang menurut peraturan perundang-undangan bahwa tempat tersebut tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung tenda di trotoar, dan sejenisnya. Terhadap Wajib Pajak tersebut atas penghasilannya tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1)
Contoh penentuan pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final:

CV Andik memiliki usaha penjualan gerabah yang berdasarkan pembukuan atau catatan pada Tahun Pajak 2013 (Januari 2013 sampai dengan Desember 2013), memiliki peredaran bruto sebesar Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).

Dengan demikian, atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh CV Andik pada tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan bersifat final sebesar 1% (satu persen), karena peredaran bruto CV Andik pada Tahun Pajak 2013 tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Ayat (2)
Cukup jelas.

Ayat (3)
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan ayat (1) dan ayat (2), pada bulan Januari sampai dengan Oktober 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah), maka atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh CV Andik sampai dengan bulan Desember 2014 (akhir Tahun Pajak 2014) tetap dikenai tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar 1% (satu persen).

Ayat (4)
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan ayat (3), pada bulan Januari sampai dengan Desember 2014 memperoleh peredaran bruto sebesar Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah), maka penghasilan yang diperoleh CV Andik pada tahun 2015 (tahun berikutnya), dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Pasal 4

Ayat (1)
Cukup jelas.

Ayat (2)
Jika CV Andik, sebagaimana contoh pada penjelasan Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2), pada bulan Agustus 2014 memperoleh penghasilan dari usaha penjualan gerabah sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), maka Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang untuk bulan Agustus 2014 dihitung sebagai berikut:

Pajak Penghasilan yang bersifat final = 1% x Rp50.000.000,00 = Rp500.000,00

Pasal 5
Atas penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri, misalnya penghasilan dari usaha jasa konstruksi yang pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah, meskipun peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutan dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah ini tetapi mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang mengatur mengenai pengenaan pajak atas penghasilan tersebut.

Pasal 6
Cukup jelas.

Pasal 7
Cukup jelas.

Pasal 8

Contoh perlakuan kompensasi kerugian:
      
Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah mengalami kerugian pada Tahun Pajak 2010, maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan pada Tahun Pajak 2011 sampai dengan Tahun Pajak 2015.

Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah pada Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat fmal berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini maka jangka waktu kompensasi kerugian tetap dihitung sampai dengan Tahun Pajak 2015.

Jika Wajib Pajak PT Pantang Menyerah pada Tahun Pajak 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dan mengalami kerugian berdasarkan pembukuan, maka atas kerugian tersebut tidak dapat dikompensasikan dengan Tahun Pajak berikutnya.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Contoh penentuan peredaran bruto sebagai dasar dikenainya Pajak Penghasilan dengan Peraturan Pemerintah ini, dalam hal:
a.       Tahun Pajak sebelumnya kurang dari 12 (dua belas) bulan;
b.      Wajib Pajak baru terdaftar pada Tahun Pajak yang sama dengan tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini pada bulan sebelum bulan berlakunya Peraturan Pemerintah ini; dan
c.       Wajib Pajak baru terdaftar setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini, untuk Tahun Pajak pertama,
adalah sebagai berikut:
1)
PT Maju Jaya menggunakan tahun kalender sebagai Tahun Pajak. Terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak bulan Agustus 2013. Peredaran bruto selama bulan Agustus 2013 sampai dengan Desember 2013 adalah Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Peredaran bruto tahun 2013 disetahunkan adalah:

Rp150.000.000,00 x 12/5 = Rp360.000.000,00

Karena peredaran bruto disetahunkan di tahun 2013 tidak melebihi Rp4.800.000.00,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di tahun 2014 dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
2)
PT Daya Tangkap terdaftar 3 (tiga) bulan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini pada Tahun Pajak yang sama dengan tahun berlakunya Peraturan Pemerintah ini.
Jumlah peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan tersebut adalah Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).

Peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan yang disetahunkan adalah: Rp150.000.000,00 x 12/3 = Rp600.000.000,00

Karena peredaran bruto disetahunkan untuk 3 (tiga) bulan tersebut tidak melebihi Rp 4.800.000.00,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh mulai pada bulan berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan akhir tahun pajak bersangkutan, dikenai pajak yang bersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini
(3)
Gatot Kaca terdaftar sebagai Wajib Pajak baru pada bulan November 2014. Pada bulan November 2014 tersebut, memperoleh peredaran bruto sebesar Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Penghasilan bruto bulan November 2014 disetahunkan adalah: 12/1 x Rp15.000.000,00 = Rp180.000.000,00

Karena penghasilan bulan November 2014 (bulan pertama mulai terdaftar sebagai Wajib Pajak) yang disetahunkan tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka penghasilan yang diperoleh di tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 11

Cukup jelas.